Cara Mengatasi Anak Hiperaktif - Ibu muda tersebut bingung, apa yang terjadi pada anaknya. Sore saat pulang dari kantor, dia temukan anaknya tidak seperti biasa, menjadi pendiam. Biasanya dia disambut dengan teriakan riang si anak yang berlari ke arahnya. Biasanya si anak akan langsung bercerita dengan cerewet, tentang aktivitasnya seharian. Tapi tidak sore itu. Dia hanya diam.
Ibu muda itu, sebagaimana suaminya, sehari-hari bekerja. Saat keduanya bekerja, si anak dititip di rumah neneknya, tidak jauh dari rumah mereka. Biasanya setiap sore, saat si ibu pulang, dia akan terlebih dulu menjemput anaknya, kemudian mereka pulang ke rumah.
Saat di rumah, barulah si anak mau cerita. Bahwa siang sebelumnya, neneknya berubah menjadi monster yang mengerikan. Kecerewetannya bertanya ini-itu, apalagi saat si nenek sedang sibuk dengan urusan keseharian, mencuci, memasak dan sebagainya, membuatnya merasa dengan membentak dan memarahi si anak, adalah solusi paling logis. Terbukti setelahnya, si anak dapat terdiam, bahkan hingga ibunya datang menjemput.
Menghadapi anak yang cerewet atau aktif, kadang membuat orangtua menjadi impulsif dan bersumbu pendek. Perilaku anak dianggap mengganggu, apalagi ketika tubuh sedang terasa lelah dan pikiran bertumpuk-tumpuk, memarahi bahkan membentaknya menjadi solusi termudah untuk membuatnya diam.
Tetapi sadarkah akibat dari 'solusi termudah' itu bagi anak? Anak bisa merasa bahwa orangtua mereka sewenang-wenang, seenaknya sendiri, bahkan kejam dan ini merupakan salah satu kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang sering dilakukan. Dalam kasus di atas, si anak menganggap neneknya seperti monster. Akibat jangka panjangnya, anak bisa menjadi penakut, minder, bahkan pengecut, kehilangan rasa percaya diri. Sekali anak dibentak, milyaran sel otaknya akan rusak. Anak yang terbiasa dibentak, akan tumbuh sebagai anak yang kasar dan cenderung egois.
Tentu tidak ada yang menginginkan anak-anaknya menjadi seperti itu. Tapi, bagaimana menyikapi anak yang terlalu aktif atau hiperaktif dalam bergerak maupun berbicara? Kadang saking aktifnya, seorang anak bisa menyela pembicaraan yang sedang dilakukan oleh orang dewasa. Hal itu tentu tidak sopan. Mendiamkannya sama saja dengan mendidik-nya menjadi anak tanpa sopan-santun.
Berikut ini adalah 6 hal yang dapat menjadi rujukan para orangtua dalam menyikapi anak-anak yang hiperaktif:
1. Jangan Menuruti Emosi
Terkadang saat menghadapi anak, orangtua 'belum selesai' dengan masalahnya dengan orang lain. Masalah pekerjaan, masalah dengan tetangga, masalah hutang, atau masalah lain yang membuat pusing kepala. Masalah-masalah tersebut ibarat jerami yang mudah tersulut percikan api. Kesalahan kecil yang dilakukan anak, dapat memicu emosi meledak.
Ibarat menonton video, orangtua harus mampu mem-pause segala masalah saat menghadapi anak. Jangan ajak anak untuk terlibat dalam masalah yang tidak sanggup mereka pahami. Dalam sebuah rumah tangga yang suami dan istri sering bertengkar, terkadang anak menjadi terbawa-bawa. Salah satu dari mereka curhat, menceritakan kejelekan-kejelekan pasangannya. Ini tidak baik bagi anak.
Ambil napas panjang, pause segala masalah tersebut, lupakan sejenak, bila perlu matikan seluruh alat komunikasi saat sedang bersama anak. Itu untuk menghindari kontak dengan orang-orang yang mungkin menjadi sumber masalah.
Jangan turuti emosi. Bagi yang muslim, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengajarkan, ketika emosi memuncak, duduklah atau berbaring, bila masih emosi juga, berwudhulah. Sholat juga dapat mencari salah satu cara meredam emosi. Tenangkan jiwa, agar dapat sabar menghadapi anak.
Baca juga :
2. Berpikir Jernih
Apa yang akan didapat oleh orangtua ketika marah? Anak mungkin akan diam sesaat. Sejam, sehari, atau dua hari. Tapi apakah kemarahan itu dapat menjadi solusi?
Anak yang aktif akan kembali aktif beberapa hari kemudian. Anak yang cerewet pun begitu. Bahkan bila dia dimarahi karena melakukan kesalahan, beberapa hari kemudian bisa jadi dia akan melakukannya lagi, dengan cara yang berbeda agar tidak ketahuan. Agar tidak dimarahi.
Apabila para orangtua mau berpikir jernih, mereka akan mendapatkan bahwa kemarahan dan bentakan tidak akan menghasilkan apa-apa, malah dapat memperburuk keadaan.
Jadi sebelum membentak anak, pikirkan seribu kali akibatnya.
3. Jelaskan Kesalahan Anak
Memarahi dan membentak, jauh lebih mudah daripada memberikan penjelasan atau pengertian. Sama seperti betapa mudahnya orang menghakimi, karena mengklarifikasi lebih sulit. Padahal, membentak hanya memberikan dampak jangka pendek, sedangkan memberi penjelasan akan membuat anak mengerti bahwa apa yang dilakukannya salah, nantinya dengan sadar tanpa paksaan dia tidak akan mengulanginya lagi.
Ketika orangtua melihat anak melakukan hal yang mereka nilai sebagai kesalahan, jangan terburu-buru menghakiminya. Tanyakan dulu alasan dia melakukan hal tersebut. Dan apakah dia mengetahui bahwa perbuatannya salah. Jangan langsung menyudutkan dan memvonisnya bersalah sebelum terjadi dialog.
Jika anak mengaku bersalah dan terlihat menyesali perbuatannya, jangan pojokkan dia dengan terus memberi tekanan mental lewat kata-kata yang menghakimi. Hargai dengan tulus dan berikan umpan balik positif. Bila perlu, berikan hadiah kepada anak, saat terbukti dia tidak pernah lagi mengulangi kesalahan yang sama.
4. Sepakati Hukuman Dengan Anak
Biasakan untuk berdiskusi dengan anak sejak kecil, termasuk dalam menyepakati hukuman. Diskusikan dengan anak, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, kemudian sepakati kesalahan-kesalahan apa saja yang akan mendapat hukuman. Dengan itu anak akan belajar untuk mempertanggungjawabkan pilihan dan perbuatannya.
Sepakati pula hukuman yang akan diterima anak bila melakukan kesalahan yang telah disepakati harus dihukum. Tapi harus diingat, hukuman jangan sampai menjatuhkan harga diri anak, jangan mempermalukannya di depan orang lain.
Tak jarang orangtua menghukum anak dengan cara mempermalukan. Menghukum di luar rumah, di depan orang dewasa lain, atau di depan teman-teman si anak, dapat menghancurkan citra dan harga diri anak. Lebih parahnya, anak dapat menjadi dendam, pemberontak dan balas mempermalukan orangtuanya bila ada kesempatan.
Orang lain tidak perlu tahu kesalahan anak, biarlah orangtuanya saja yang mengetahui. Apa yang terjadi di dalam rumah, sebaiknya jangan dibawa keluar. Pun ketika anak melakukan kesalahan di luar rumah, ajarkan anak untuk meminta maaf saat itu juga, namun bila menghukum, hukumlah saat di rumah, jangan di luar rumah.
Baca juga :
- Anak Suka Minta Ini Itu Saat Ke Mall? Begini Cara Mensiasatinya
- Cara Mengatasi Anak yang Suka Berbohong
5. Komunikasikan Kesepakatan Dengan Seluruh Anggota Keluarga
Perbedaan menyikapi kesalahan anak, dapat mengakibatkan anak melihat 'celah' untuk dijadikan tempat berlindung ketika melakukan kesalahan. Di sisi lain, anak juga dapat menilai inkonsistensi orangtuanya, membuatnya merasa keputusan bisa dinegosiasi.
Dalam kasus di atas, tidak terjadi kesamaan tindakan antara ibu dengan nenek si anak. Si ibu yang lebih mengerti bagaimana menghadapi anaknya yang aktif, kurang dapat mengkomunikasikan penyikapan yang biasa dia dan suaminya lakukan, kepada si nenek. Akibatnya, nenek membentak ketika si anak cerewet.
Terkadang terjadi sebaliknya, nenek atau kakek si anak yang justru bersikap lebih lembut bahkan permisif. Ketika anak merengek minta dibelikan sesuatu misalnya, kemudian orangtuanya melarang, mereka akan beralih ke kakek atau neneknya agar permintaannya dituruti.
Kekompakan seluruh anggota keluarga menjadi salah satu faktor penting dalam menyikapi anak yang aktif, atau menyikapi kesalahan yang dilakukan anak. Dan komunikasi sangat berperan di sini. Ketidakkompakan dapat membuat anak bingung, bahkan menganggap orangtua melanggar apa yang telah mereka sepakati.
6. Hukumlah Dengan Kasih Sayang
Cara mengatasi anak hiperaktif berikutnya adalah dengan memberikan hukuman. Jangan menghukum dengan menyakiti fisik anak. Menampar hingga pipi merah, memukul hingga anak lebam, adalah hukuman-hukuman yang tidak hanya menyakiti fisik anak, namun juga jiwa mereka. Tempatkan kasih sayang mendahului kemarahan. Tunjukkan bahwa orangtua menghukum karena sayang pada anaknya. Bila anak selesai menjalani hukuman, berikan pelukan mesra dan hangat.
Tapi ini bukan berarti menghukum dengan cara memukul tidak boleh. Memukullah dengan tidak menyakiti. Memang ada pukulan yang tidak menyakitkan? Bagi yang pernah memukul-mukul pantat bayi dengan gemas, pasti tahu jawabannya.
Itu tadi adalah 6 cara mengatasi anak hiperaktif yang bisa anda lakukan. Bagaimana, siap menerapkan semua hal di atas?
Jos tipsnya, kebetulan anak saya sudah mulai banyak berekspresi, bahkan kadang sudah mulai bertanya hal-hal yang aneh, dan sulit untuk dijawab. terimakasih
ReplyDeleteWah sama nih gan, lagi lucu-lucunya memang!
Delete